Ada yang mengamalkan zikir
seadanya, setelah shalat saja, hingga ada yang di setiap embusan nafasnya
dihiasi dengan asma` Allah SWT.
Imam Al-Ghazali, dalam karyanya, Bidâyatul
Hidâyah merekomendasikan kita beberapa wiridan yang dapat kita amalkan. Ia
menyebutkan:
وَلْيَكُنْ مِنْ تَسَابِيْحِكَ، وَأَذْكَارِكَ عَشْرُ
كَلِمَاتٍ
Artinya, “Hendaknya
tasbih-tasbihmu dan zikir-zikirmu terdapat sepuluh kalimat,” yaitu:
Pertama:
لَا إِلهَ إِلَّا الله، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
لَهُ الْمُلْكُ، لَهُ الْحَمْدُ، يُحْيِى وَيُمِيْتُ، وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ، بِيَدِهِ
الْخَيْر، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ
Lâ ilâha illallah, wahdahu lâ
syarîka lah, lahul mulku, lahul hamdu, yuhyî wa yumîtu, wa huwa ‘alâ kulli
syay`in qadîr.
Artinya, “Tiada tuhan selain
Allah, Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kekuasaan dan
bagi-Nya segala pujian. Dia yang menghidupkan dan mematikan, Dia maha hidup
tidak mati, kebaikan ada di kekuasaan-Nya. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kedua:
لا إله إلا الله الملك الحق المبين
Lâ ilâha illallahul malikul
haqqul mubîn
Artinya, “Tiada tuhan selain
Allah yang maha menjadi raja, maha benar, maha menjelaskan.”
Ketiga:
لَا إِلَهَ إِلَّا الله الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ،
رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيْزُ الْغَفَّارُ
Lâ ilâha illallahul wâhidul
qahhâr, rabbus samawâti wal ardhi wa mâ bainahumal ‘azîzul ghaffar
Artinya, “Tiada tuhan selain
Allah yang esa dan maha perkasa, Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di
antara keduanya yang maha perkasa lagi maha pengampun.”
Keempat:
سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلهِ، وَلَا إِلهَ
إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ الْعَلِيِّ
الْعَظِيْمِ
Subhânallah, wal hamdu lillah, wa
lâ ilâha illallah, wallahu akbar, wa lâ haula wa lâ quwwata illa billahil
‘aliyyil ‘azhîm.
Artinya, “Maha suci Allah, segala
puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, tiada daya dan upaya melainkan atas
pertolongan Allah.”
Kelima:
سُبُّوْحٌ قُدُّوْسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوْحِ
Subbûhun quddûsur rabbul
malâikati war rûh
Artinya, “Maha suci, maha qudus,
tuhan sekalian malaikat dan ruh (Jibril).”
Keenam:
سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ
الْعَظِيْمِ
Subhânallah wa bi hamdih,
subhanallahil ‘azhîm
Artinya, “Maha suci Allah dengan
memuji-Nya, dan maha suci Allah yang maha agung.”
Ketujuh:
أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الَّذِي لَا إِلَهَ
إِلَا اللهُ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ، وَأَسْأَلُهُ التَّوْبَةَ وَالْمَغْفِرَةَ
Astaghfirullahal ‘azhîm al-ladzi
lâ ilâha illallah huwal hayyul qayyum, wa as’aluhut taubah wal maghfirah
Artinya, “Aku memohon ampun
kepada Allah yang maha agung, yang tiada tuhan selain Allah, Dia yang maha
hidup dan yang berdiri sendiri, aku memohon tobat dan ampunan.”
Kedelapan:
اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا
مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ
مِنْكَ الْجَدُّ
Artinya, “Ya Allah, tidak ada
yang bisa mecegah apa yang Engkau berikan, tidak ada yang dapat memberi apa
yang Engkau cegah, tidak ada yang dapat menolak apa yang Engkau tetapkan, dan
tidak bermanfaat kekayaan/kemuliaan (bagi orang yang memilikinya), hanya
dari-Mu kekayaan/kemuliaan itu.”
Kesembilan:
اَللَّهُمَّ صَلَّى عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Artinya, “Ya Allah curahkanlah
rahmat atas Nabi Muhammad SAW dan kepada keluarga serta sahabatnya, juga
curahkanlah keselamatan.”
Kesepuluh:
بِسْمِ اللهِ الَّذِي لَا يَضُرُّ مَعَ اسْمِهِ
شَيْءٌ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ، وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
BismillahilLadzi laa yadhurru
ma’asmihi syaiun fil ardhi wa lâ fis samâi wa huwas samI’ul ‘alîm
Artinya, “Dengan menyebut nama
Allah, yang dengan nama-Nya tidak ada yang dapat mencelakai segala sesuatu di
bumi dan langit, Dia-lah yang maha mendengar lagi maha mengetahui.”
Wirid-wirid di atas sebagiannya sering kita baca, dan kebanyakan sudah tidak asing lagi. Jika memang tidak dapat mengamalkan semuanya, mungkin kita dapat mengamalkannya sebagian terlebih dahulu. Sebagaimana dalam kaidah fiqih, “Sesuatu yang tidak dapat dikerjakan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya.”
Imam Al-Ghazali menuntun kita
untuk mengamalkan wirid ini sesuai penjelasannya, yaitu:
تُكَرِّرُ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْ هذِهِ الْكَلِمَاتِ
إِمَّا مِائَةَ مَرَّةٍ أَوْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً، أَوْ عَشْرَ مَرَّاتٍ، وَهُوَ أَقَلُّهُ،
لِيَكُوْنَ الْمَجْمُوْعُ مِائَةً. وَلَازِمْ هذِهِ الْأَوْرَادَ، وَلاَ تَتَكَلَّمْ
قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ؛ فَفِي الْخَبَرِ أَنَّ ذَلِكَ أَفْضَلُ مِنْ إِعْتَاقِ
ثَمَانِ رِقَابِ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيْلَ عَلَى نَبِيِّنَا وَعَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ أَعْنِي الإِشْتِغَالَ بِالذِّكْرِ إِلَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَتَخَلَّلَهُ كَلَامٌ
Artinya, “Engkau ulang-ulang
setiap wirid dari wirid-wirid itu, entah seratus kali atau tujuh puluh kali,
atau sepuluh kali dan ini paling sedikitnya agar menjadi seratus. Dawamkan
wirid-wirid ini, jangan berbicara sebelum terbitnya matahari; terdapat dalam
hadits, bahwasannya tidak berbicara sebelum terbitnya matahari lebih utama dari
memerdekakan delapan budak dari anak turunan Nabi Ismail salawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi kita, yang aku maksud yaitu menyibukkan dengan
zikir sampai terbitnya matahari tanpa menyelanginya dengan pembicaraan.”
Syekh Nawawi Al-Bantani
menjelaskan maksud dari keutamaan dalam hadits itu. Yang dimaksud dalam hadits
ini adalah bertambahnya keutamaan orang yang mengamalkan amalan yang telah
disebutkan di atas.
Semoga kita dapat mengamalkan
wiridan yang dianjurkan oleh Imam Al-Ghazali agar hari-hari kita dihiasi oleh
asma` Allah SWT yang menyebabkan hati kita tidak gersang, dan dibukakan jalan
menuju Tuhan semesta alam. Amiin.
Uraian ini disarikan dari Kitab
Marâqiyul ‘Ubudiyyah Syarah Bidâyah Al-Hidayah, Syekh Nawawi Al-Bantani, Thoha
Putra, Semarang, halaman 30-31. (Amien
Nurhakim)
0 Komentar